Bagaimana Perkembangan Bisnis Startup Fintech di Tahun 2016
Pada tahun 2015 yang lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan sebuah model bisnis baru bernama transportasi online yang dipimpin oleh GO-JEK, Grab, dan Uber. Seperti tak berhenti menghadirkan kejutan, pada tahun 2016 kemarin pun kembali muncul sebuah bisnis startup baru yang tiba-tiba menjadi cukup populer, yaitu financial technology (fintech).
Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pendanaan yang diterima oleh para startup fintech. Data Tech in Asia Indonesia bahkan menunjukkan kalau fintech merupakan sektor bisnis dengan jumlah investasi terbanyak kedua di Indonesia pada tahun 2016 yang lalu, setelah e-commerce. Fenomena ini bahkan didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) yang kemudian mengambil langkah-langkah penting untuk mendorong pertumbuhan bisnis fintech ini.
Bagaimana sebenarnya perkembangan bisnis fintech sepanjang tahun 2016 yang lalu?
Perusahaan fintech yang “menjamur” di tanah air
Menurut Bank Indonesia, saat ini telah ada sekitar 142 perusahaan fintech lokal yang beroperasi di Indonesia. Mereka terbagi ke dalam empat kategori, yaitu Market Provisioning seperti CekAja dan Cermati; Deposit, Lending, and Capital Rising seperti UangTeman dan Investree; Investment and Risk Management seperti Bareksa dan Stockbit; serta Payment, Clearing, and Settlement seperti Midtrans dan Doku.
Kategori keempat, yaitu Payment, Clearing, and Settlement, merupakan kategori yang paling ramai karena diisi oleh sekitar delapan puluh perusahaan.
Ramainya pendanaan untuk startup fintech lokal dan asing
Sepanjang tahun 2016, ada sekitar sebelas startup fintech tanah air yang mendapat pendanaan dari para investor. Hal ini seperti menunjukkan kepercayaan investor kalau bisnis tersebut mempunyai potensi untuk tumbuh pesat di Indonesia dalam waktu dekat.
Platform pinjaman online seperti Investree, Modalku, UangTeman, dan Cicil merupakan beberapa contoh startup fintech lokal yang mendapat pendanaan di tahun 2016. Mereka pun diikuti oleh platform gadai online Pinjam, penyedia layanan point of sales (POS) Moka, hingga marketplace produk finansial Cermati.
Selain diisi oleh para pemain lokal, bisnis fintech di Indonesia juga turut diramaikan dengan kehadiran para pemain asing. True Money contohnya, merupakan layanan e-money asal Thailand yang mulai beroperasi di tanah air sejak bulan Februari 2016.
Langkah True Money tersebut pun diikuti oleh layanan fintech asal Singapura, Xfers dan FinAccel. Kedua startup tersebut pun berhasil mendapat dana segar di tahun 2016 kemarin.
Peran OJK dan BI dalam bisnis fintech di tanah air
OJK dan BI pun tidak lantas menutup mata dengan perkembangan bisnis fintech di Indonesia. Sebagai regulator, OJK pun langsung menyusun berbagai regulasi terkait bisnis fintech pada tahun 2016, seperti aturan mengenai bisnis peer to peer lending yang mereka rilis pada tanggal 29 Desember 2016 yang lalu.
Sadar kalau startup fintech punya potensi besar untuk mendukung perekonomian negara, OJK pun berusaha membantu pertumbuhan mereka dengan menggelar Indonesia Fintech Festival & Conference pada tanggal 29 hingga 30 Agustus 2016 yang lalu. Hal ini pun diikuti dengan kolaborasi yang mereka bangun dengan Asosiasi Fintech Indonesia yang juga baru berdiri pada tahun 2016.
BI pun seperti tak mau kalah dalam mengambil langkah penting terkait industri fintech di tanah air. Demi mendorong perkembangan bisnis fintech yang sehat, mereka pun membentuk BI Fintech Office pada tanggal 14 November 2016 yang lalu. Fintech Office ini nantinya akan berfungsi untuk membuat regulatory sandbox, yang memungkinkan mereka untuk memberi keleluasaan kepada para startup fintech untuk terus beroperasi dalam pengawasan mereka.
Bisnis e-money yang kian menjanjikan
Salah satu bisnis fintech yang begitu menarik perhatian di tahun 2016 yang lalu adalah sektor uang digital alias e-money. Para pemain lokal dan asing seperti berlomba untuk mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia, agar bisa menjalankan bisnis tersebut. Namun sayangnya, saat ini BI tengah membatasi dengan ketat pengeluaran izin untuk e-money di tanah air.
Hal ini pun membuat para pemilik lisensi e-money yang saat ini hanya berjumlah 21 perusahaan, menjadi incaran banyak perusahaan. Witami Tunai Mandiri contohnya, merupakan salah satu pemilik lisensi e-money yang kemudian diakuisisi oleh True Money ketika layanan asal Thailand tersebut akan masuk di Indonesia.
Lisensi e-money pun disebut-sebut menjadi alasan di balik akuisisi yang dilakukan GO-JEK terhadap PonselPay, serta Emtek yang dikabarkan telah mengakuisisi Doku. Menarik untuk ditunggu bagaimana peta persaingan e-money di tahun 2017 nanti.
(Ditulis oleh Aditya Hadi Pratama)
(Diedit oleh Septa Mellina)
(Sumber informasi di link)
PT Andromedia | Excellent Partnership Commitment